Ini merupakan sebagian
tugas kuliah saya pada mata kuliah Akuntansi Biaya, tugas resume ini saya
unggah semata-mata dengan tujuan mempermudah dalam pembelajaran agar lebih
mudah untuk dipahami. File ini terdiri atas lima lembar ringkasan. Semoga
bermanfaat, dan terimakasih atas kunjungannya.
RESUME
Judul Buku : Akuntansi Biaya (Dengan Penekanan Manajerial)
Jilid : 2 (Dua)
Penulis : Charles T. Horngren
Srikant M. Datar
George Foster
Srikant M. Datar
George Foster
Bab : BAB 18: Kerusakan,
Pengerjaan Ulang, dan Barang Rongsokan
Penerbit :
Size : 76,2 KB
Jika tidak ingin mendownload dalam file .docx, saya
sediakan copyannya di bawah ini:
BAB 18: KERUSAKAN, PENGERJAAN
ULANG, DAN BARANG RONGSOKAN
I.
Terminologi
Kerusakan
(spoilage) adalah unit produksi baik
yang telah selesai seluruhnya atau yang baru selesai sebagian yang tidak
memenuhi spesifikasi yang diminta oleh pelanggan dan akan dibuang atau dijual
dengan harga yang lebih rendah. Pengerjaan
ulang (rework) adalah unit
produksi yang tidak memenuhi spesifikasi yang diminta oleh pelanggan tetapi
kemudian diperbaiki dan dijual sebagai unit barang jadi. Barang rongsokan (scrap)
adalah bahan residu yang berasal dari pembuatan suatu produk. Barang rongsokan
memiliki total nilai jual yang rendah dibandingkan dengan total nilai jual
produk.
II. Jenis Kerusakan yang Berbeda
Akuntansi
untuk kerusakan dimaksudkan guna menentukan besarnya biaya kerusakan dan
membebankan antara biaya kerusakan normal dan kerusakan tidak normal. Untuk
mengelola, mengendalikan, dan mengurangi biaya kerusakan, peusahaan harus
menyoroti biaya tersebut, bukan menguburnya sebagai bagian yang tidak
teridentifikasi dari biaya unit yang baik yang telah dibuat.
Kerusakan Normal
Kerusakan
normal (normal
spoilage) adalah kerusakan yang melekat dalam proses produksi tertentu yang
tetap saja terjadi meskipun operasi telah berlangsung secara efisien. Manajemen
memutuskan bahwa tingkat kerusakan yang dianggap normal bergantung pada proses
produksi. Tingkat kerusakan normal dihitung dengan membagi unit kerusakan
normal dengan total unit yang baik yang
telah selesai, bukan total unit
aktual yang dimulai dalam produksi.
Kerusakan Abnormal
Kerusakan
abnormal (abnormal
spoilage) adalah kerusakan yang tidak melekat dalam proses produksi
tertentu dan tidak akan terjadi pada kondisi operasi yang efisien. Kerusakan
abnormal umumnya dianggap sebagai hal yang dapat dihindari dan dapat
dikendalikan. Pada umumnya, operator lini dan personil pabrik lainnya dapat
mengurangi atau mengeliminasi kerusakan abnormal dengan mengidentifikasi
penyebab kemacetan mesin, kesalahan operator, dan yang lainnya, serta dengan
menempuh langkah-langkah untuk mencegah hal tersebut terulang lagi.
Kalkulasi Biaya Proses dan Kerusakan
Unit kerusakan abnormal harus
diperhitungkan dan dicatat secara terpisah dalam akun Kerugian dari Kerusakan
Abnormal. Sebaliknya, pada unit kerusakan normal unit-unit tersebut dapat
diperhitungkan (pendekatan A) ataupun tidak diperhitungkan (pendekatan B)
ketika menghitung unit output fisik atau ekuivalen dalam sistem kalkulasi biaya
proses.
Memperhitungkan Semua Kerusakan
Titik
inspeksi (inspection
point) adalah tahap proses produksi di mana produk akan diuji untuk
menentukan apakah produk tersebut merupakan unit yang dapat diterima atau tidak
dapat diterima. Biasanya kerusakan diasumsikan terjadi pada tahap penyelesaian,
yaitu ketika inspeksi dilakukan. Hal ini disebabkan karena kerusakan belum akan
terdeteksi hingga inspeksi dilakukan.
Prosedur Lima Langkah untuk Kalkulasi Biaya Proses
dengan Kerusakan
Langkah 1:
Mengikhtisarkan arus unit fisik output. Mengidentifikasi unit kerusakan normal
maupun kerusakan abnormal.
Langkah 2: Menghitung
output dalam istilah unit ekuivalen.
Langkah 3: Menghitung
biaya per unit ekuivalen.
Langkah 4:
Mengikhtisarkan total biaya yang akan diperhitungkan.
Langkah 5: Membebankan
total biaya ke unit yang telah selesai, ke unit yang rusak, dan ke
unit barang dalam proses
akhir.
III. Metode Rata-rata Tertimbang dan
Kerusakan
Langkah 3 menyajikan perhitungan biaya
per unit ekuivalen dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang. Perhatikan
bagaimana, bagi setiap kategori biaya, biaya barang dalam proses awal dan biaya
pekerjaan yang dilakukan selama periode berjalan dijumlahkan dan dibagi dengan
unit ekuivalen dari semua pekerjaan yang dilakukan hingga tanggal tersebut
untuk menghitung biaya rata-rata tertimbang per unit ekuivalen.
IV. Metode FIFO dan Kerusakan
Langkah 1 dan 2 dengan menggunakan metode
FIFO, yang berfokus pada unit ekuivalen dari pekerjaan yang dilakukan selama
periode berjalan. Langkah 3, 4, dan 5, ketika membebankan biaya, metode FIFO
mempertahankan biaya barang dalam proses awal tetap terpisah dan berbeda dengan
biaya pekerjaan yang dilakukan selama periode berjalan.
V. Metode Kalkulasi Biaya Standar
dan Kerusakan
Metode
kalkulasi biaya standar menyederhanakan perhitungan kerusakan normal dan
abnormal. Metode kalkulasi biaya standar tidak memerlukan perhitungan biaya unit
ekuivalen, sehingga metode tersebut menyederhanakan kalkulasi biaya proses.
Biaya yang akan diperhitungkan dalam langkah 4 ditetapkan pada biaya standar,
sehingga biaya tersebut berbeda dengan biaya yang akan diperhitungkan menurut
metode rata-rata tertimbang dan FIFO, yang ditetapkan pada biaya aktual.
Ayat Jurnal
Ayat jurnal untuk mentransfer unit baik
yang telah selesai ke barang jadi dan untuk mengakui kerugian dari kerusakan
abnormal.
Titik Inspeksi dan Pengalokasian Biaya Kerusakan
Normal
Biaya
unit yang rusak diasumsikan sama dengan semua biaya yang dikeluarkan ketika
membuat unit yang rusak hingga titik inspeksi. Apabila barang yang rusak
memiliki nilai pelepasan, biaya bersih kerusakan dihitung dengan mengurangi
nilai pelepasan dari biaya barang yang rusak yang telah terakumulasi hingga
titik inspeksi. Biaya per unit kerusakan normal dan abnormal akan berjumlah
sama apabila keduanya dideteksi pada titik inspeksi yang sama.
VI. Kalkulasi Biaya Pekerjaan dan
Kerusakan
Konsep
kerusakan normal dan abnormal juga dapat diterapkan pada sistem kalkulasi biaya
pekerjaan (job costing). Kerusakan
abnormal diidentifikasi secara terpisah sehingga perusahaan dapat berusaha
mengeliminasinya sama sekali. Ketika membebankan biaya, umumnya sistem
kalkulasi biaya pekerjaan membedakan kerusakan
normal yang disebabkan oleh pekerjaan tertentu dengan kerusakan normal yang
umum terjadi pada semua pekerjaan.
Kerusakan normal yang disebabkan oleh pekerjaan
tertentu. Ketika terjadi kerusakan normal yang
disebabkan oleh spesifikasi pekerjaan tertentu, pekerjaan tersebut menanggung
biaya kerusakan dikurangi nilai pelepasan kerusakan. Ayat jurnal untuk mengakui
nilai pelepasan adalah:
Pengendalian
Bahan (barang yang rusak pada nilai pelepasan bersih saat ini) xxx
Pengendalian Barang dalam Proses
(pekerjaan tertentu) xxx
Kerusakan normal yang umum terjadi di semua
pekerjaan. Ayat jurnalnya adalah:
Pengendalian
Bahan (barang yang rusak pada nilai pelepasan bersih saat ini) xxx
Pengendalian
Overhead Manufaktur (kerusakan normal) xxx
Pengendalian Barang dalam Proses
(pekerjaan tertentu) xxx
Jika kerusakan normal sudah biasa terjadi
pada semua pekerjaan, tingkat overhead manufaktur yang dianggarkan akan
mencakup provisi untuk biaya kerusakan normal. Biaya kerusakan normal tersebar,
melalui alokasi overhead, di semua pekerjaan dan bukan dialokasikan ke
pekerjaan tertentu.
Kerusakan abnormal. Jika
kerusakan bersifat abnormal, kerugian bersih akan dibebankan ke akun Kerugian
dan Kerusakan Abnormal. Tidak seperti biaya kerusakan normal, biaya kerusakan abnormal
tidak dimasukkan sebagai bagian dari biaya unit yang baik yang diproduksi.
Pengendalian
Bahan (barang yang rusak pada nilai pelepasan bersih saat ini) xxx
Kerugian
dari Kerusakan Abnormal xxx
Pengendalian Barang dalam Proses
(pekerjaan tertentu) xxx
VII.
Kalkulasi
Biaya Pekerjaan dan Pengerjaan Ulang
Pengerjaan ulang adalah unit produksi
yang diinspeksi, ditentukan sebagai tidak dapat diterima, diperbaiki, dan
dijual sebagai barang jadi yang dapat diterima. Kita sekali lagi akan
membedakan (1) pengerjaan normal yang dapat diatribusikan dengan pekerjaan
tertentu, (2) pengerjaan ulang normal yang umum pada semua pekerjaan, dan (3)
pengerjaan ulang abnormal.
Pengendalian
Barang dalam Proses (pekerjaan tertentu) xxx
Pengendalian Bahan xxx
Pengendalian Utang Upah xxx
Overhead Manufaktur yang Dialokasikan xxx
Pengerjaan ulang normal yang dapat diatribusikan
dengan pekerjaan tertentu. Jika pengerjaan ulang bersifat
normal tetapi terjadi akibat persyaratan dari pekerjaan tertentu, biaya
pengerjaan ulang akan dibebankan ke pekerjaan tersebut.
Pengerjaan ulang normal yang umum pada semua
pekerjaan. Jika pengerjaan ulang merupakan hal yang
normal dan tidak dapat diatribusikan dengan pekerjaan tertentu, biaya pengerjaan
ulang akan dibebankan ke overhead manufaktur dan disebarkan, melalui alokasi
overhead, ke semua pekerjaan.
Pengendalian
Overhead Manufaktur (biaya pengerjaan ulang) xxx
Pengendalian Bahan xxx
Pengendalian Utang Upah xxx
Overhead Manufaktur yang Dialokasikan xxx
Pengerjaan ulang abnormal. Jika
pengerjaan ulang bersifat abnormal, hal tersebut akan dicatat dengan
membebankan pengerjaan ulang abnormal ke akun kerugian.
Kerugian
dari Pengerjaan Ulang Abnormal xxx
Pengendalian Bahan xxx
Pengendalian Utang Upah xxx
Overhead Manufaktur yang Dialokasikan xxx
VIII.
Akuntansi
untuk Barang Rongsokan
Barang
rongsokan (scrap) adalah bahan residu yang berasal
dari pembuatan suatu produk; barang rongsokan memiliki total nilai jual yang rendah
dibandingkan dengan total nilai jual produk. Ada dua aspek akuntansi untuk
barang rongsokan:
1. Perencanaan
dan pengendalian, yang mencakup penelusuran fisik.
2. Kalkulasi
biaya persediaan, yang mencakup kapan dan bagaimana barang rongsokan
mempengaruhi laba operasi.
Mengakui Barang Rongsokan pada Saat Penjualan
Apabila
nilai barang rongsokan tidak material, tugas akuntansi yang paling sederhana
adalah mencatat kuantitas fisik barang rongsokan yang dikembalikan ke gudang
dan memandang penjualan barang rongsokan sebagai pos terpisah dalam laporan
laba rugi. Apabila nilai uang barang rongsokan berjumlah material dan barang
rongsokan itu dapat dijual dengan segera setelah diproduksi, akuntansinya
bergantung pada apakah barang rongsokan tersebut dapat diatribusikan dengan
pekerjaan tertentu atau merupakan hal yang umum pada semua pekerjaan.
Barang rongsokan yang dapat diatribusikan dengan
pekerjaan tertentu. Sistem kalkulasi biaya pekerjaan
kadang-kadang menelusuri pendapatan barang rongsokan ke pekerjaan yang
menghasilkan barang rongsokan itu. Metode ini hanya akan digunakan apabila
penelusuran dapat dilakukan dengan cara yang seekonomis mungkin.
Barang rongsokan yang Tidak ada ayat jurnal.
dikembalikan ke gudang: [Catatan mengenai kuantitas
yang diterima
dan
pekerjaan terkait yang dimasukkan dalam
catatan
persediaan]
Penjualan barang rongsokan Kas atau Piutang Usaha xxx
Pengendalian
Barang dalam Proses xxx
Posting
yang dilakukan ke catatan biaya
pekerjaan
tertentu.
Barang rongsokan yang umum pada semua pekerjaan. Ayat
jurnal dalam kasus ini adalah:
Barang rongsokan yang Tidak ada ayat jurnal.
dikembalikan ke gudang: [Catatan mengenai kuantitas
yang diterima
dan
pekerjaan terkait yang dimasukkan dalam
catatan
persediaan]
Penjualan barang rongsokan Kas atau Piutang Usaha xxx
Pengendalian
Overhead Manufaktur xxx
Posting
yang dilakukan ke buku besar
pembantu—kolom
“Penjualan Barang Rongsokan”
pada
catatan biaya departemen.
Mengakui Barang Rongsokan pada Saat Produksi
Dalam
situasi ini, perusahaan membebankan biaya persediaan ke barang rongsokan
menurut estimasi konservatif atas nilai realisasi bersihnya sehingga biaya
produksi dan pendapatan barang rongsokan yang terkait diakui pada periode
akuntansi yang sama. Beberapa perusahaan cenderung menunda penjualan barang
rongsokan hingga harga pasar dianggap menguntungkan.
Barang rongsokan yang dapat diatribusikan dengan
pekerjaan tertentu. Ayat jurnal:
Barang rongsokan yang Pengendalian Bahan xxx
dikembalikan ke gudang: Pengendalian Barang dalam
Proses xxx
Barang rongsokan yang umum pada semua pekerjaan. Ayat
jurnal:
Barang rongsokan yang Pengendalian Bahan xxx
dikembalikan ke gudang: Pengendalian Overhead
Manufaktur xxx
Amati bahwa akun Pengendalian Bahan didebet
di Kas atau Piutang Usaha. Ketika barang rongsokan dijual, ayat jurnalnya
adalah:
Penjualan barang rongsokan Kas atau Piutang Usaha xxx
Pengendalian
Bahan xxx
Barang rongsokan kadang-kadang digunakan
kembali sebagai bahan langsung dan bukan dijual sebagai barang rongsokan.
Akuntansi untuk barang rongsokan menurut kalkulasi biaya proses sama seperti
akuntansi menurut kalkulasi biaya pekerjaan apabila barang rongsokan merupakan
hal yang umum pada semua pekerjaan.
bab 19 gak ada ya???
BalasHapuskok bab 19 gak ada bos
BalasHapusBab 20 ada ga
BalasHapusuntuk resumenya ada kak, silahkan cek blog secara keseluruhan ya. terimakasih sudah berkunjung :)
Hapussangat membantu.. walaupun beberapa bab tidak ada, jd terpaksa buka slide deh. . .😃😃
BalasHapusnice..👍👍
terimakasih untuk kunjungannya, semoga bermanfaat. maaf untuk resume ataupun jawaban yang tersedia hanya yang saya upload saja :)
Hapusapakah ada bab 19? terimakasih sudah banyak membantu
BalasHapus